Tuesday, February 19, 2008

Kautsar: Nikmat Tiada Tara...


Dikantor sedang banyak yang hamil dan melahirkan. Kalau ada yang melahirkan, gue selalu ingat bagaimana saat melahirkan Dhimas. Sangat spesial dan tentu saja menyedihkan...

Dhimas sudah kehilangan papanya sejak 2 bulan ada dalam kandungan. Papanya meninggal saat gue baru saja tahu kalo telat haid. Hari-hari pun terasa sangat berat, mengandung dan kehilangan separuh jiwa...

Tapi entah kenapa, selalu ada kekuatan untuk terus bertahan. Kalau diibaratkan, gue punya malaikat di dalam badan. Bagaimana tidak? Saat hamil ternyata gue menderita Hepatitis B. Di akhir kehamilan, HBSAG Gue mencapai 1.830, dari angka normal 30. Menurut dokter, kalo orang biasa pasti udah lewat.

Hari Jumat (kliwon), 22 Agustus 2003, gue masuk kerja seperti biasa. Rencananya, sebelum liputan RUPS PT Dirgantara, gue mampir ke RS Hermina. Gue ditangani dokter Nasdaldy SPog. Setelah diperiksa, baru diketahui kalau ketuban sudah pecah. Tapi sebenarnya perasaan nggak enak udah gue rasain dari malem sebelumnya.

"Ibu, ketubannya udah pecah. Mau melahirkan pakai induksi atau operasi," kata dokternya.

"Saya nggak mau normal dokter, saya maunya operasi," kataku sambil berlinang air mata.

Membayangkan melahirkan normal sendiri rasanya nggak sanggup. Dulu, ketika didampingi Mas Eko saat melahirkan Elang pun aku udah setengah mati nggak mau. Apalagi tanpa mas Eko.... Aku nggak sanggup. Dokter pun menyanggupi operasinya.

Waktu di RS itu gue bareng sama adek gue. Masi katro, baru dateng dari Solo. Dia sekalian nganter karena mau ngambil motor pinjeman punya Jois di kantor adit, yang sejalan kalo ke Hermina.

Ketika tau ketuban pecah, aku bilang ke adikku kalo harus melahirkan. Dia langsung pucet. Gue pun bergerak mengurus administrasi sendiri, sementara adikku kebagian ngambil duit buat bayar operasi. Allah memang baik, ATM bisa langsung ngambil 8 juta. Padahal biasanya cuma bisa ngambil maksimal Rp 5 juta.

Habis ngurus administrasi, aku langsung masuk ruang operasi. SENDIRI...!!. Gue melalui operasi dll sendiri, nggak ada yang nungguin. Adikku harus pulang untuk ngambil baju dll. Sementara kakakku masih kerja, ibu bapakku masih di Solo.

Alhasil, ketika lahir dimas harus pakai baju rumah sakit, karena memang waktu itu gue dateng hanya membawa tas kerja. Tak ada sepotong bajupun dibawa dari rumah.... Oh God....

Waktu operasi gue antara sadar dan nggak sadar. Tapi gue sempet ngeh waktu dibilang, "Bu, anaknya laki-laki, sehat," ujar dokter apa susternya. Trus gue terkapar lagi nggak sadar.

Setelah selesai, gue dibawa ke ruang pemulihan. Ditempat itu, barulah berdatangan temen-temen, kakakku. Disebelahnya, ada juga yang habis melahirkan lagi ditemenin suaminya. Rasanya sediiih banget.

Setelah pulih, aku dibawa ke ruang rawat inap. Si bayi mungilpun diperlihatkan ke aku. Dan kesekian kalinya, air mata mengalir melihat bayi lucu itu. Terima kasih dimas, sudah membawa kekuatan bagi mama ....

Tahun demi tahun, Dimas tumbuh sebagai anak yang cerdas dan pinter. Meski tidak pernah kususui (karena aku sakit), Dimas tetap tumbuh sehat dan cerdas. Malah melebihi anak-anak yang lain. Daya tangkapnya luar biasa.

Tingkahnya juga lucu dan menggemaskan, meski sesekali nakal. Tapi nakalnya masih kuanggap wajar. Setiap malam, kuusap kepala dimas. Sesekali rasa bersalah muncul, karena gue pernah menghendaki dimas tidak ada di dalam kandungan, alias pengen menggugurkan.... I'm sorry dimas, karena memang waktu itu hidup mama ruwet sekali.

Tapi malaikat kecil itu sangat kuat. Dia seperti anak malaikat yang memberi kekuatan bagi siapapun yang menyayanginya. Sifatnya sama dengan namanya: Kautsar, Berkah Tiada Tara....

No comments: