Monday, May 29, 2006

Ah...Sang Seniman itu

Beberapa hari terakhir ini, pikiran gue selalu dipenuhi oleh jiwa sang seniman. Dia seperti penjelmaan 'sang malaikat' yang kini sudah berada di rumah Tuhan.

Dia begitu tekun, begitu menjiwai apa yang dia tulis..... God, I love him so much.....

Tapi apa 'sang malaikat' akan kembali melalui 'sang seniman' ini. Hanya Engkau yang tahu Tuhan.....

Friday, May 26, 2006

There's no place for Second Thing

"There's no place for Second Thing"

Ucapan itu disampain oleh wartawan senior Kompas Rene Patirajawane. Sepertinya sederhana tapi dalem banget. Bahwa tampaknya memang sulit untuk menjadi pemain kedua, termasuk kehadiran orang kedua.

Ucapan itu disampaikan Rene berkaitan dengan adanya pemain baru di dunia bisnis dotcom. Intinya sih, dia pengen menenangkan pak Budi yang sepertinya kalut akan kehadiran pemain baru.

Tapi kata-kata itu ternyata bisa juga mengena di kehidupan pribadi. Bahwa memang sulit menerima adanya 'Hal yang Kedua'. Sama seperti kondisi aku saat ini, SULIT SEKALI MENCARI LAGI CINTA YANG KEDUA.

Sudah berkali-kali gue mencoba untuk menerima orang kedua itu. Tapi ternyata sulit sekali. Bayang-bayang orang pertama yang gue cintai masih terlalu kuat. Rasanya memang There's no place for Second Thing...

Are you agree with me and Rene?

Thursday, May 25, 2006

Perempuan Bekerja, yang Tersehat

Tulisan ini membuat gue semakin pede, bahwa apa yang gue lakukan sudah benar adanya. Mudah-mudahan. Amin


Anggapan bahwa perempuan adalah konco wingking memang sudah saatnya dibuang jauh-jauh.

Penelitian terbaru di Inggris menunjukkan, perempuan yang menikah dan bekerja serta memiliki hubungan keluarga yang mantap adalah perempuan tersehat. Sebaliknya, perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga saja cenderung obesitas.

Ketika dilema antara tinggal di rumah atau bekerja masih menjadi perdebatan, Dr Anne McMunn, seorang epidemiolog dari Departemen Epidemiologi dan Kesehatan Publik University College London (UCL), Inggris, tiba-tiba memberikan jawaban gamblang.

Terlepas dari seluruh perdebatan internal dan masalah domestik keluarga, Dr McMunn dengan tegas mengatakan, perempuan yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus bekerja di kantor, ditambah dengan relasi keluarga yang kuat adalah perempuan tersehat di dunia.

Pasti ini bukan kesimpulan sembarangan. Dr Anne McMunn setidaknya meneliti sekitar 1.200 wanita berusia antara 15 hingga 54 tahun. Hasil penelitian yang cukup mengejutkan ini kemudian ia sebarkan melalui Jurnal Pengkajian Epidemiologi dan Kesehatan Publik yang kemudian juga dikutip media besar Inggris, BBC News, edisi Minggu (14/5).

Dari penelitian itu diperoleh kesimpulan, 38 persen perempuan yang menjadi ibu rumah tangga saja dalam jangka waktu lama memiliki kecenderungan obesitas lebih tinggi daripada perempuan dengan multiperan.

Jauh lebih sehat

Ketika mencapai usia 54 tahun, perempuan yang bekerja sekaligus menjadi istri dan punya hubungan mantap dengan keluarga secara mengejutkan menunjukkan gejala kesehatan lebih baik. Dr McMunn mengatakan, perempuan dengan multifungsi seperti itu jarang sekali muncul dalam daftar kesehatan dibandingkan dengan mereka yang tidak memikul tiga peran tersebut.

Sebaliknya, perempuan yang seumur hidupnya hanya menjadi ibu rumah tangga dan belum pernah bekerja sama sekali, bahkan tidak memiliki kesempatan kerja, cenderung menjadi tidak sehat. Namun, kondisi kesehatan paling parah ada pada perempuan yang berfungsi sebagai "ibu", tetapi sendirian dan menjalani hidup yang sepi, serta perempuan yang sama sekali tidak mempunyai anak.

Perempuan yang hanya tinggal di rumah untuk jangka waktu lama dan panjang cenderung lebih tidak sehat. Umumnya, berat badan mereka meningkat dengan lebih cepat, bahkan hingga mencapai obesitas. Satu-satunya penyebab, umumnya para wanita ini menjadi tidak banyak bergerak, tetapi terus "mengunyah".

"Mungkin karena mereka harus terus mempersiapkan makanan, terutama untuk makan malam di rumah dan harus menghabiskan makanan yang tidak termakan atau disisakan oleh anak-anak mereka," ungkap Anne McMunn.

"Untuk sementara ini, yang kami tahu, wanita yang mengombinasikan antara bekerja dan hidup berumah tangga cenderung lebih sehat. Tetapi, kami belum berani memastikan apakah jika kesehatan yang baik juga memungkinkan perempuan mengombinasikan antara pekerjaan dan memiliki anak, atau jika mengombinasikan antara pekerjaan dan keluarga akan lebih sehat," ujar Dr Anne McMunn kepada situs WebMD yang dikutip CBS News.

McMunn memang tidak secara jelas mengatakan penyebab kejadian itu karena ia memfokuskan penelitian pada hasil tentang kesehatan, bukan pada penyebabnya. Walau begitu, ia menyinggung gaya hidup yang berbeda.

"Penelitian ini memang tidak untuk menjawab mengapa ibu yang bekerja menjadi lebih sehat. Dan saya juga tidak mengatakan bahwa mereka tidak stres. Tetapi, mungkin, dengan lebih bisa berpartisipasi secara penuh di masyarakat, baik di dalam maupun di luar rumah, kondisi itu penting bagi kesehatan," paparnya.

Lebih produktif

Namun, jawaban justru diberikan Dr Nadine Kaslow, psikolog dan ahli konseling keluarga di Universitas Emory, Atlanta, AS. Dia mengatakan, kehidupan yang kompleks justru membuat orang lebih hidup. "Karena itu, mereka merasa lebih produktif dan merasa dibutuhkan. Ini membuat mereka lebih bahagia dan lebih sehat," kata Kaslow.

"Tidak perlu diragukan, beratnya stres, baik di rumah maupun di tempat kerja, atau konflik antarkeduanya, bisa mengganggu kesehatan jika kita tidak memelihara badan kita sendiri. Tetapi, banyak perempuan yang justru menjadi sangat kreatif dalam menghadapi semua itu. Mereka mampu mengatasi semuanya dengan sangat baik," paparnya kepada situs WebMD.

Dr Jason Schnittker, ahli sosiologi dari Universitas Pennsylvania, Philadelphia, memperkuat pendapat itu. Schnittker meneliti 16.000 perempuan dan 21.000 pria berusia antara 18 hingga 80 tahun dari seluruh dunia. Ia membuat perbandingan kondisi perempuan dari tahun 1974 hingga era 2000-an.

Ditemukan, di tahun 2000, perempuan bekerja mencapai 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1974 yang hanya 40 persen. Kenyataannya, di tahun 2000 perempuan menjadi lebih sehat dibanding pada tahun 1974. Ia juga menemukan bahwa perempuan pada dasarnya lebih sehat dibandingkan dengan pria. Namun, perempuan yang bekerja memiliki kesehatan lebih baik.

Dr Gillian Braunold, seorang dokter umum di Kilburn, London utara, menambahkan, "Selama ini berkembang pendapat bahwa perempuan yang sudah sangat disibukkan oleh pekerjaan dan urusan rumah tangga tidak punya cukup waktu untuk makan dengan baik, karena itu mereka lebih banyak mengonsumsi makan tersaji. Tetapi, mungkin mereka bisa menyalurkan adrenalin lebih banyak dan mereka selalu bergerak. Tetapi, pada akhirnya, ’You are what you eat, dan seberapa banyak Anda berolahraga’," ujarnya. Nah, para Ibu, selamat bekerja!

Wednesday, May 10, 2006

Jika Tuhan Memperbolehkan...

Hari ini status YM mas Imam menyentuh banget. Dia mengutip pernyataan Syafii Ma'arif, Ketua Umum PP Muhammadiyab.

"Jika Tuhan mengizinkan manusia untuk pesimistis, maka saya adalah orang yang paling pertama melakukannya".....

Kalimat simple yang sangat mendalam. Bahwa hidup tidak boleh pesimistis. Life must go on, no matter how...

Kepergian orang yang kita cintai memang akan menimbulkan kesedihan yang mendalam. Tapi setidaknya kita tidak boleh pesimis. Masih banyak hidup yang harus dihadapi.

Kamu pasti bisa. Hidup lah dengan optimis.
Optimis kalau bisa membesarkan anak-anak dengan baik.
Optimistis akan menemukan lagi keutuhan keluarga.
Optimistis bisa melawan penyakit.
Optimistis masih bisa menemukan kebahagiaan.

Karena memang....itulah intinya hidup. Kalau sudah tak ada optimisme, berarti kita sudah mati secara jiwa....

Monday, May 08, 2006

Mencerna Porsi Hidup

Akhir-akhir ini gue semakin miris sama nasib mantan narasumber gue. Pak Neloe, Saefuddin Hasan, Syafruddin Temenggung, Eddie Widiono...Gue tahu persis bagaimana mereka dulunya.

Bergelimang hidup mewah, makanan enak, mobil empuk nan dingin, anak buah banyak dll. Dan sekarang? Buset deh, sel kecil, kamar mandi bau, makanan penjara.. Duh. Kebayang ya bagaimana jahatnya roda nasib berjalan?.

Tapi ya, memang begitulah hidup. Semua sudah diberi porsinya masing-masing. Dijatah. Mungkin dulu porsinya mereka hidup senang, dan sekarang adalah porsinya hidup sengsara.

Gue pun juga begitu. Dulu nggak pernah terbayang sedikit pun bakal menjalani hidup bak sinetron begini. Bayangkan, suami meninggal saat hamil dua bulan. Sementara anak pertama baru berumur dua tahun.

Setelah melahirkan, sakit keras. Setelah itu, harus menjalani kerasnya hidup. Mencari uang, masak, mbenerin antena sampe meninabobokkan anak.

Tapi memang mungkin sekarang porsinya hidup gue adalah seperti itu. Dulunya gue sudah pernah dikasih porsi yang sangat enak. Suami yang baik, kecukupan, anak yang lucu....Tapi sayang, gue dulu tidak mensyukuri porsi hidup yang diberikan oleh Tuhan.

Akhirnya, ada sebuah pelajaran berharga yang bisa dipetik bahwa,

"JALANI HIDUP SESUAI DENGAN PORSINYA. KALAU SEKARANG PORSINYA SEDANG TIDAK ENAK, YA NIKMATI. KARENA BESOK PORSINYA AKAN BERGANTI LAGI... DAN BELUM TENTU PORSINYA AKAN SAMA".

Thursday, May 04, 2006

Si "Mantan Sahabat"

Minggu lalu, gue disibukkan oleh cerita dari temen gue soal "mantan sahabat" gue yang kini punya pacar baru dan nyaris cerai. Sebenarnya gue nggak ingin denger cerita itu. Karena bagi gue, yang paling penting saat ini adalah menghilangkan ketergantungan dan bayang-bayang si "mantan sahabat" itu.

Yang bikin gue nggak habis pikir tentang "mantan sahabat" gue itu adalah, kenapa dia tega sekali menyakiti orang-orang di sekitarnya. Suaminya, anak-anaknya, sahabatnya...

Mungkin memang dia "sakit" karena dulu tidak pernah mendapat kasih sayang yang lengkap. Tapi sayang, dia menyembuhkan "penyakit" itu dengan menyakiti orang lain. Yah, mungkin bales dendam ya...

Pokoknya gue sedang bertekad bulat menghindari pertemuan dengan "mantan sahabat" gue itu. Padahal mestinya malem minggu nanti ada sahabat gue yang ultah dan mengundang teman satu geng. Tapi kayaknya tekad gue udah bulat.

Gue tidak ingin menyakiti diri gue dengan melihat tingkah polah "mantan sahabat" itu. Gue tidak ingin menggerogoti hidup gue dengan segala macam sakit hati, dendam dll.

Percaya, Allah tidak tidur. "Jangan pernah berharap kamu bisa memberi petunjuk untuk orang-orang yang kamu sayangi, sepanjang Allah belum menghendakinya".

Nah itulah yang sekarang terjadi pada seseorang yang gue "sayangi". Dia sedang dijerat oleh "mantan sahabat" itu. Dia sedang buta, diperdaya...

Mungkin memang belum saatnya ada petunjuk untuk Dia.......

Go Away from My Life, Honey....

Artikel ini kayaknya bagus deh.... Setidaknya untuk membuat kita bisa melupakan seseorang yang sebenarnya sangat 'brengsek'. Just go away......

Sebutlah Tina (23) yang putus cinta dengan Tiko (25) secara menyakitkan. Tak lama Tina bertemu dengan Andri (25), cocok dan menjalani kehidupan dengan bahagia, bahkan berencana menikah. Selang dua tahun, tak sengaja dia bertemu Tiko yang masih sendiri. Jujur hati Tina tergetar hebat dan mengaku masih mencintai sang mantan, meski tak ingin kehilangan Andri. "Saya harus bagaimana?" ujarnya dengan raut wajah keruh.

Masalah seperti itu tampaknya klise, karena sebagian besar orang pernah mengalami: Terbayang-bayang sang mantan, apalagi jika hubungan dengan sang mantan lumayan intens. Tapi kita harus hadapi realita.

Mantan adalah masa lalu, pasangan kita sekarang adalah masa kini yang harus kita hadapi.

Bagaimana agar sang mantan tak sampai ’menggoyang’ hubungan yang kini tengah dibina? Berikut kiatnya:

1. Dia bukan milikku lagi

Sadarilah bahwa mantan bukanlah siapa-siapa lagi. Perlakukan dia sebagai teman, tak kurang tak lebih.

2. Bersikap wajar

Saat bertemu mantan, upayakan bersikap wajar, meski hati deg-degan serta keringat dingin menetes deras. Jangan sampai salah bersikap karena akan diartikan berbeda oleh mantan Anda. Dia mencoba mengajak kencan lagi? Lebih baik menolak dari awal, katakan Anda sudah punya pasangan dantak mau berbuat salah.

3. Ini kekasihku, kenalkan...

Sekali-kali ajak pasangan ke tempat-tempat dimana peluang besar Anda bertemu mantan. Pura-puranya, kenalkan pasangan padanya. Bersikaplah pasangan adalah ’pria terbaik di dunia’ sementara sang mantan ’adalah masa lalu yang tak perlu dibahas lagi’.

4. Saya bahagia sekarang!

Tunjukan bahwa saat ini Anda bahagia dengan pasangan. Jangan sekali-kali menunjukkan Anda ’hancur lebur’ sepeninggal sang mantan. Punya mobil yang bisa dipamerkan? Boleh sekali-kali dibawa untuk ditunjukkan padanya!

Ingatlah, kebahagiaan yang sudah Anda rasakan jangan Anda campakkan atas nama ’kenangan masa lalu’ yang semu.